Cari Uang dari Internet ?, KAD solusinya. PTC Tertua, Terpercaya dan Terbaik Di Indonesia

Popular 1:1 Traffic Exchange

Kamis, 18 Maret 2010

MISTERI DALAM BUDIDAYA IKAN (bag 2)

Mungkin bagi sebagian orang sebenarnya hal ini bukanlah suatu misteri, namun bagi saya dan mungkin juga sebagian orang yang lainnya hal ini untuk sementara masih merupakan misteri karena belum menemukan penyebabnya. Adapun hal yang saya maksud adalah :

Kejadian ini berdasarkan pengalam saya selama memelihara ikan nila (Oreochromis sp.) dalam Karamba jaring terapung di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah sejak 16 tahun yang lalu. Mulanya saya tidak begitu memperhatikan, tapi lama-lama kejadian ini jadi pusat perhatian saya juga.

Tanggapan Ikan terhadap Arah Angin

Biasanya, angin yang bertiup di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri itu dari Selatan ke Utara, kencang atau tidaknya tiupan angin sangat tergantung pada musim dan waktunya. Pada musim kemarau biasanya tiupan angin akan sangat kencang, sedangkan pada musim hujan cenderung lebih kecil kecuali saat cuaca sedang mendung. Begitu juga pada sore dan malam hari, biasanya angin bertiup lebih kencang dibandingkan pada pagi hingga siang hari. Ikan-ikan itu cenderung lebih senang bila angin bertiup cukup kencang.

Kejadian aneh akan terjadi bila tiba-tiba arah angin berubah, terlebih lagi kalau perubahan tersebut sangat drastis yaitu dari arah Utara ke Selatan. Walaupun sebelumnya ikan-ikan itu sedang lahap memakan pakan yang kita berikan, mereka akan berhenti seketika dari acara makannya begitu arah angin berubah. Kejadian seperti ini biasanya terjadi pada musim hujan, lebih tepatnya pada saat mendung sebelum hujan.

Nah aneh bukan ?

MISTERI DALAM BUDIDAYA IKAN

Mungkin bagi sebagian orang sebenarnya hal ini bukanlah suatu misteri, namun bagi saya dan mungkin juga sebagian orang yang lainnya hal ini untuk sementara masih merupakan misteri karena belum menemukan penyebabnya. Adapun hal yang saya maksud adalah :

Tanggapan Ikan terhadap Cahaya Matahari

Kejadian ini berdasarkan pengalam saya selama memelihara ikan nila (Oreochromis sp.) dalam Karamba jaring terapung di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah sejak 16 tahun yang lalu. Mulanya saya tidak begitu memperhatikan, tapi lama-lama kejadian ini jadi pusat perhatian saya juga.

Sebagaimana diketahui, Air Waduk Gajah Mungkur Wonogiri itu siklus tahunannya hampir bisa dihafal. Pada Bulan Februari – April, warna air agak putih, Mei- September akan jernih, Oktober putih lagi, sedangkan November – Januari akan berwarna coklat bahkan agak kemerahan. Perubahan warna air ini tidak terlepas dari perubahan cuaca/musim. Pada bulan Februari – April adalah akhir musim hujan dimana volume air waduk hampir maksimal, lumpur yang sebelumnya masih pekat pelan-pelan mulai tenggelam sehingga warna airnya agak putih (antara keruh menuju jernih), semakin lama (Mei –September) warna air akan semakin jernih karena sudah musim kemarau, akhir Oktober biasanya sudah mulai hujan lagi, sehingga air mulai keruh lagi dan November curah hujan semakin tinggi hingga mencapai puncaknya musim hujan pada bulan Januari atau Februari. Pada bulan-bulan ini air waduk akan semakin keruh dan berwarna coklat.

Nah, misterinya terjadi pada puncaknya musim hujan tersebut yaitu sekitar bulan November – Februari. Ikan-ikan nila yang kami pelihara biasanya akan tenggelam disaat matahari memancarkan sinarnya, walaupun diberi makan dengan pakan terapung mereka tetap enggan untuk muncul ke permukaan air. Tetapi sedikit saja cahaya matahari redup karena ada awan misalnya, seketika itu pula ikan-ikan itu akan sibuk keluar untuk makan. Begitu awannya berlalu dan sinar matahari tampak lagi, seperti dikomando ikan-ikan itu akan hilang dari permukaan air. Kejadian seperti ini tidak terjadi pada saat air jernih. Aneh Bukan ?, apakah pembaca sudah mengerti apa penyebabnya ?, atau barangkali ingin meneliti penyebabnya lebih jauh...?

Sabtu, 06 Maret 2010

KALAU MEMANG BISA MUDAH KENAPA HARUS DIPERSULIT ?

Dalam hal kualitas air, kita juga dapat menyederhanakan pemeliharaannya. Seperti sudah disinggung sebelumnya. Biasanya, pemeliharaan ikan dengan menggunakan kurungan jaring terapung dilakukan pada perairan umum. Sebagaimana umumnya perairan umum, kita akan sulit mengontrol kualitas airnya, karena sifat perairan umum biasanya digunakan oleh banyak komponen masyarakat. Massa airnya besar sehingga sukar untuk dikontrol.

Kalau sudah demikian adanya, masih pentingkah kita menyelidiki parameter-parameter kualitas air pada periaran umum ?. Boleh-boleh saja kalau untuk mengetahui, apalagi digunakan sebagai bahan penelitian. Barangkali juga Pemerintah setempat mau mengambil kebijakan terbaik dikemudian hari setelah tahu keadaan lingkungannya masih layak atau tidak untuk dijadikan lahan budidaya ikan dari hasil penelitian tersebut. Akan tetapi, bagi kita sebagi petani barangkali semua itu sangat kecil artinya.

Apabila kualitas air sudah tidak mendukung lagi untuk kegitan budidaya ikan, maka secara alamiah ikanpun akan menunjukkan respon yang kurang baik. Misalnya saja, disaat oksigen terlarut (DO) rendah, ikan akan terganggu nafsu makannya. Apabila DO-nya sangat rendah, maka ikan akan mati banyak. Begitu juga terhadap suhu air, kesadahan, karbondioksida, tingkat kecerahan air dan parameter-parameter lain. Respon ikan akan terlihat dengan sendirinya.

Yang lebih penting untuk kita perhatikan adalah, jangan sampai kegitan budidaya ikan yang kita lakukan akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk itu, kita wajib menjaga kebersihan lingkungan, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Sesuaikan kapasitas budidaya dengan daya dukung lingkungan, jangan samapi kita melebihi kapasitas daya dukung dari lingkungan budidaya tersebut.

Kamis, 04 Maret 2010

KALAU MEMANG BISA MUDAH KENAPA HARUS DIPERSULIT


Dalam hal pemberian pakan pada ikan sebenarnya bisa kita lakukan dengan sangat mudah dan sederhana, yang sangat penting untuk diperhatikan adalah kesungguhan kita dalam melakukannya. Sebenarnya ikan itu sama saja dengan makhluk hidup yang lain bahkan termasuk kita sebagai manusia. Pada prinsipnya, apabila ikan sudah merasa kenyang seberapapun pakan kita berikan pasti tidak akan dimakan. Begitu juga sebaliknya, sebanyak apapun pakan yang kita berikan kalau ikan masih merasa lapar pasti akan dimakan.

Memang banyak faktor penyebab ikan merasa lapar ataupun kenyang. Kondisi lingkungan perairan dan keadaan cuaca sangatlah berpengaruh. Namun, karena budidaya ikan dalam kurungan jaring terapung biasanya dilakukan pada perairan umum sehingga kita tidak bisa mengontrol keadaan lingkungan tersebut. Apalagi sampai ingin merubah keadaan cuaca. Yang bisa kita lakukan adalah, menyesuaikan teknik pemberian pakan pada ikan sesuai kondisi saat itu.

Secara alamiah, ikan akan dapat menentukan sendiri kapan dia mau makan dan kapan dia tidak mau makan. Kita bisa melihat tanda-tanda tersebut dari respon ikan terhadap kehadiran kita disekitar mereka. Apabila ikan merespon kedatangan kita dengan cara mengejar dan berputar-putar dipermukaan air, atau mungkin juga mereka muncul kepermukaan air padahal sebleum kita datang mereka berada di dasar perairan maka itulah sebagian tanda bahwa mereka sudah mau makan. Akan tetapi, apabila ikan tidak memberikan respon sama sekali atas kehadiran kita, bahkan setelah kita kasih sedikit pakanpun mereka tetap diam saja, maka saat itu ikan sedang tidak merasa lapar.

Tindakan yang seharusnya kita lakukan dalam menyikapi respon ikan tadi adalah ;
Berikan pakan secukupnya pada ikan saat dia memberi respon mau makan dan segera berhenti memberikan pakan setelah ikan tidak memberikan respon lagi. Janganlah kita membatasi pemberian pakan disaat ikan mau makan tetapi juga jangan sekali-kali memberikan pakan disaat ikan tidak mau makan. Nah, mudah sekali bukan ?

Selasa, 23 Februari 2010

Arowana super red Ikan Hias Terbaik Kebanggaan Indonesia


Sebagai ikan purbakala, Arwana memiliki bentuk serta penampilan cantik dan unik. Tubuhnya memanjang, ramping, dan stream-line, sedangkan gerakan berenangnya amat anggun. Selain itu, proses ikan Arwana saat berkembang biak juga mengandung nilai filosofi yang tinggi. Arwana betina tugasnya hanya bertelur. Kemudian, induk jantan memeram dan memelihara telur-telur itu di dalam mulut selama 40 hingga 50 hari sampai menetas.

Popularitas arowana super red benar-benar menanjak beberapa tahun terakhir. Satwa air eksotik asli Indonesia ini mencuat diantara keroyokan ikan hias besutan manca negara macam koi, maskoki, dan louhan. Boleh dibilang sampai saat ini hanya arowana satu-satunya produk lokal yang mampu bersaing dengan ikan hias populer yang dikembangkan di luar negeri untuk jadi The Best Ornamental Fish. Sangat pantas kalau arowana ditahbiskan menjadi Pride of Indonesia - ikan hias kebanggaan nasional.

Tak seperti kebanyakan ikan hias populer lain yang merupakan hasil pengembangan di luar negeri, arowana super red memang penghuni asli hulu Sungai Kapuas di Kalimantan Barat. Hebatnya lagi arowana berkelir merah tersebut adalah varian terbaik sekaligus termahal dari semua keluarga arowana yang tersebar di seluruh dunia. Siluk merah, begitu sebutannya di Kalimantan, termasuk satwa dilindungi dan masuk dalam daftar CITES (Convention of International Trade on Endanger Species of Flora & Fauna) karena ketersediaannya di alam sangat terbatas.

Tetapi dengan izin khusus, arowana super red telah dikembangbiakkan sejak lama di Pontianak dan bisa diperdagangkan secara legal. Syaratnya si ikan naga harus disertai sertifikat dan microchip yang tertanam dalam tubuhnya, sebagai penanda ikan hasil tangkaran. Memelihara arowana pun kemudian bisa memiliki arti ganda. Menghargai produk dalam negeri sekaligus berperan membantu pelestarian ikan langka. Tentunya dengan memelihara arowana yang dilengkapi sertifikat dan bermicrochip.

Pemilik nama latin Scleropages formosus ini sebenarnya tidak pernah ditinggalkan para peminat ikan hias. Sejak mengalami booming pertama kali di tahun delapanpuluhan, arowana super red sebenarnya selalu menjadi satwa kesayangan papan atas di Tanah Air. Namun membanjirnya ikan-ikan impor macam koi, maskoki dan terakhir louhan memang membuat arowana tak terlalu menonjol kala itu. Namun belakangan apresiasi masyarakat semakin meningkat pesat dan menjadi semacam tren hobi baru.

Siluk merah memang punya segudang kelebihan untuk menjadi ikan peliharaan populer. Soal penampilan tak perlu diragukan, gelar sebagai Satwa Pesona Nusantara menjadi tolok ukur. Tengok saja tampangnya yang eksotik, bersisik lebar tersusun rapi menyerupai sisik ular legendaris dalam dongeng. Arowana pun lantas dijuluki sebagai si ikan naga. Ditambah dengan ring sisik berwarna merah - emas menyala membuatnya tampak semakin mewah. Kelir merah ini pula yang menambah keperkasaan dan perlambang kuasa bagi pemiliknya.

Gerakan renangnya yang gagah sekaligus juga anggun menambah daya tariknya. Menimbulkan ketenangan pikiran saat melihatnya berenang dalam akuarium. Karakteristik satwa kesayangan yang dibutuhkan di masa kini yang penuh dengan tekanan pekerjaan yang sangat tinggi. Selain itu, raja dari segala ikan hias ini juga bisa sangat dekat dan berinteraksi dengan pemilik.

Syarat jadi ikan populer lain, yakni kemudahan pemeliharaan juga dipenuhi arowana. Harganya yang cukup mahal masih sering dianggap ikan yang sulit dirawat. Padahal kebutuhan hidupnya sebenarnya relatif sama dengan ikan hias lainnya. Arowana tidak menuntut kondisi lingkungan yang terlalu khusus. Sebagai ikan asli Indonesia dan terbiasa hidup di sungai, arowana terkenal sebagai ikan yang tahan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan. Banyak yang menyebut sang ikan pembawa hoki bagi pemiliknya dan tak kan mudah mati karena penyakit.

Kelebihan lainnya harganya paling stabil diantara jenis ikan hias populer lain. Bahkan menunjukkan tren kenaikan dibandingkan dengan angka inflasi. Sebagai ilustrasi saat dollar senilai dengan seribu rupiah di tahun 80-an, harga arowana 100 ribu rupiah. Saat dollar naik 10 kali lipat, harga arowana lebih tinggi mencapai 50 kali lipat menjadi 5 juta rupiah. Harganya juga cenderung terstandar, kecuali untuk arowana yang punya keistimewaan tambahan dan unik. Bandrolnya akan selalu bertambah tinggi seiring dengan pertambahan umur dan ukuran.

Kelebihan-kelebihan itu membuat jumlah penggemar arowana super red beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kini si ikan naga tidak hanya menghuni rumah para penggemar ikan hias saja. Masyarakat yang sebelumnya tak tertarik ikan hias juga mulai beramai-ramai memelihara. Naiknya tren pun bisa ditandai dengan munculnya komunitas pecinta arowana di berbagai kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar.

Bermunculan juga milis dan website yang secara khusus membahas hobi memelihara si ikan naga. Anggota komunitas dan mailing list arowana ternyata tidak terbatas pada para lelaki saja, kaum wanita juga cukup banyak. Juga lintas generasi mulai dari kaum tua sampai anak-anak muda. Komunitas-komunitas tersebut juga aktif menggelar kegiatan terutama kontes yang semakin menggairahkan hobi. Aktivitas kelompok pecinta ikan naga banyak dirintis kira-kira tahun 2006 dan semakin lama tambah menjamur.

Naiknya tren hobi ikan yang menjadi simbol kemapanan ini juga nampak dari semakin beragamnya cara pemeliharaan para pecintanya. Dulu arowana hanya dipelihara soliter alias sendirian dalam satu akuarium. Sekarang banyak yang memeliharanya bersama ikan lain (tank mate), juga berkelompok lebih dari 5 ekor dalam satu akuarium (community tank). Model wadah memelihara arowana pun mengalami perkembangan, macam akuarium dinding sampai paludarium, semacam akuarium besar dengan rangka beton yang juga menjadi tren baru.

Kemunculan banyak gerai dan pedagang arowana super red semakin menguatkan fenomena kemunculan tren baru. Bahkan kini muncul PT. Inti Kapuas Arowana (IIKP) Tbk., sebuah perusahaan publik yang terjun di bisnis arowana. Sebuah terobosan yang tak pernah dilakukan di bisnis ikan hias lain di Tanah Air. Selain memiliki tambak penangkaran arowana super red di Pontianak, IIKP juga memiliki jaringan professional shop (pro-shop) yang tersebar di berbagai kota besar untuk melayani jual beli arowana terbaik yang berserifikat dan microchip lengkap dengan after sale service. Proshop dengan nama shelookRED Arowana, dibuka di beberapa lokasi di Jakarta. Juga hadir di Bandung, Solo dan Surabaya.

Apresiasi tinggi dan tren memelihara arowana asli Indonesia bahkan sudah lebih dulu berlangsung di mancanegara seperti Jepang, Thailand, China dan banyak negara-negara Eropa. Sayangnya, cukup banyak kalangan internasional yang belum tahu arowana berasal dari Indonesia. Tak sedikit yang masih menganggap arowana super red adalah ikan hias produk Singapura. Melihat naiknya citra dan apresiasi masyarakat di Tanah Air, nampaknya tak perlu menunggu lama untuk membuat arowana menjadi raja di negeri sendiri. Sekaligus membuka mata dunia bahwa arowana super red adalah ikan asli sekaligus kebanggaan Indonesia.

Minggu, 21 Februari 2010

Indonesia Perlu Patenkan Ikan Arwana Super Red


Pemerintah dan asosiasi disarankan agar segera mematenkan ikan Arwana Super Red (Scleropages formosus) sebagai satwa endemik Taman Nasional Danau Sentarum dan Sungai Kapuas, Kalimantan Barat sehingga tidak diklaim sebagai satwa negara lain.

"Asosiasi dibentuk dulu, baru ikan arwananya dipatenkan agar tidak diakui oleh daerah lain dan negara lain. Karena ikan arwana jenis Arwana Super Red merupakan endemik dari TNBK dan Sungai Kapuas," kata Darori, dari Departemen Kehutanan, seusai membuka Kontes Ikan Arwana se-ASEAN, di Pontianak, Kamis (8/5). Darori datang ke Pontianak terkait dengan "The International Arwana Exhibition and Contest" yang diikuti sekitar 100 peserta di Pontianak Convention Center, 7-11 Mei 2008.

Ia mengharapkan, pematenan ikan arwana jenis Super Red dilakukan oleh asosiasi penggemar ikan itu sendiri, karena kalau hanya pemerintah yang giat mempatenkan ikan tersebut, bisa saja penangkaran ikan arwana yang menjual bebas ikan itu.

Seperti tertuang dalam Kepres No. 43 tahun 1978, Lembar Negara No. 51 tahun 1978 menjelaskan hewan yang dilindungi di Pulau Kalimantan dan Sumatera, jenis ikannya terdiri dari arwana Super Red, Golden Red, Banjar Red, arwana jenis Green (hijau), serta satu-satunya ikan arwana jenis Super Red hanya ditemukan di TNBK dan Sungai Kapuas.

Minggu, 14 Februari 2010

Istri Bolkiah Beli Ikan Arwana di Joglo


Istri Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, Ny Azrinaz Mazhar Hakim, berencana membeli ikan arowana alias arwana di kawasan Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (23/4).Sebagai peternak ikan arwana, Sriyadi (42) mengaku gembira akan didatangi Ny Bolkiah. Ia sangat tersanjung terpilih menjadi tuan rumah bagi kunjungan istri Sultan Brunei. "Mungkin beliau mau beli ikan arwana yang di Jakarta, daripada ke Pontianak," ujar Sriyadi saat ditemui di rumahnya, Kompleks DPR Blok K, No 54, Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, Selasa (22/4).

Sekilas, rumah Sriyadi tidak tampak sebagai tempat penangkaran ikan arwana. Namun, ketika pintu garasi dibuka, terlihat puluhan akuarium berisi arwana, mulai dari usia beberapa hari hingga lima tahun. Sarjana ekonomi ini juga memiliki tiga kolam di belakang rumahnya, tempat induk arwana dan puluhan arwana usia sedang. Ia hanya membiakkan arwana jenis Super Red atau dalam bahasa latin disebut Sclerophages Formosus.

Persiapan kunjungan

Ny Bolkiah dijadwalkan tiba di rumah Sriyadi pukul 09.30. Sriyadi mengatakan, dirinya telah diberi tahu rencana kunjungan ini sejak dua minggu lalu. Sabtu (19/4) lalu rumahnya disurvei untuk persiapan kunjungan Ny Bolkiah.

Ny Bolkiah di Jakarta menyertai kunjungan suaminya, Sultan Hassanal Bolkiah. Bolkiah sendiri, kemarin menyempatkan diri bermain bulu tangkis di sela kunjungannya.

Tepat pukul 10.30, Selasa, rombongan tamu negara itu tiba di Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Mereka disambut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono. Kemudian berlangsung pertemuan empat mata antar-kepala negara dan pertemuan bilateral delegasi dua negara, juga di Istana Merdeka. Seusai kunjungan ke istana, Bolkiah main bulu tangkis di Pelatnas Bulu Tangkis, Cipayung, Jakarta Timur.

Saat ini, Sriyadi memiliki sekitar 125 ikan arwana yang berusia di atas dua tahun. Ikan yang populasinya dilindungi pemerintah ini harganya minimal Rp 5 juta per ekor. Sedangkan untuk jenis Golden berkisar Rp 1,2 juta hingga Rp 3 juta. Untuk jenis Banjar atau Irian hanya berkisar Rp 100.000 per ekor.

"Padahal biaya makan dan perawatannya sama, jadi saya lebih milih bisnis arwana jenis Super Red," ujar pria kelahiran Klaten itu.

Suami Ari Aniswati itu sudah sering mengekspor ikan arwana ke negara-negara di Asia, seperti Jepang, Taiwan, RRC, Thailand, dan terbanyak ke Singapura. Sriyadi pernah menjual arwana paling mahal seharga Rp 65 juta. "Kalau arwana laku Rp 50 juta sudah sering," tuturnya.

Sriyadi tidak menyangka Ny Bolkiah bakal menjadi salah satu pelanggannya. "Setahu saya, beliau melihat di internet. Kalau pakai search engine, website saya (www.citraarowana.com) biasanya langsung muncul," tutur bapak dua anak itu.

Sejumlah pembantu rumah tangga dan karyawan Sriyadi, kemarin merapikan ruangan rumah, mengepel lantai, dan membersihkan akuarium. Sriyadi mempersiapkan penyambutan secara baik, meski belum tahu Ny Bolkiah akan membeli arwana yang mana. Ia menyediakan berbagai jenis arwana berumur sedang hingga usia 5 tahun yang termahal seharga Rp 100 juta.

Pria yang berbisnis arwana sejak 2002 ini mengatakan, dalam setahun ia bisa menjual 250 hingga 300 ekor arwana. Para pelanggannya kebanyakan dari kalangan penggemar ikan hias. "Kalau jualan arwana sulit dihitung secara matematik. Kadang sebulan nggak ada yang beli, tapi ada yang sekali beli 50 ikan," tuturnya.

Setiap ikan yang dijual Sriyadi memiliki microchip yang ditanam dalam dagingnya. Sebab, setiap ikan arwana yang lahir dari telur harus didaftarkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Departemen Kehutanan. Penanaman microchip itu disertai dengan penerbitan sertifikat arwana.

Data ikan kemudian dapat diketahui dengan menyalakan alat yang dinamakan reader, mirip pembaca barcode untuk barang industri. "Jadi, populasi arwana bisa diketahui pemerintah, kalau pakai reader nggak keluar angka, berarti ikan itu nggak ada sertifikatnya," jelasnya. Penanaman chip baru dilakukan setelah ikan memiliki panjang minimal 20 cm.

Rabu, 10 Februari 2010

Isteri Sultan Brunei Minati Arwana Rp 100 Juta


Permaisuri Sultan Hassanal Bolkiah, Azrinaz Mazhar Hakim, berminat membeli ikan arowana atau arwana jenis Super Red seharga Rp 100 juta, saat mengunjungi tempat penangkaran ikan hias itu di rumah Sriyadi (42), Kompleks Perumahan DPR Blok K No 54, Joglo. Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (23/4).

Ny Bolkiah tiba di rumah Sriyadi pukul 09.30 WIB bersama 30 anggota rombongan, termasuk sejumlah istri menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), dan dikawal Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Tamu negara yang mengaku menyenangi ikan hias ini melihat-lihat sekitar 260 ekor arwana, baik yang ada di akuarium maupun di tiga kolam di belakang rumah Sriyadi. Ia mengaku sangat terkesan melihat penangkaran
ikan yang populasinya dilindungi pemerintah ini.

Kepada tamunya, Sriyadi menjelaskan proses penangkaran ikan arwana jenis Super Red atau dalam bahasa latinnya Sclerophages formosus. Penangkaran diawali dari perkawinan induk ikan yang berusia lebih dari 10 tahun, dilanjutkan dengan pemeliharaan telur-telur ikan yang telah dierami dalam mulut induknya, hingga pemeliharaan arwana sampai berusia sedang. Sriyadi menyediakan arwana beragam usia, mulai dari satu hingga lima tahun, dan harga yang termahal Rp 100 juta.

Kunjungan Ny Bolkiah ke rumah Sriyadi hanya berlangsung sekitar 20 menit. Pada akhir kunjungan, Sriyadi memberi kenang-kenangan berupa dua foto ikan arwana seharga Rp 100 juta tersebut kepada tamunya. Foto arwana jenis Super Red tersebut berbahan kanvas, berukuran 90 cm x 120 cm. Tepampang juga alamat website Sriyadi, www.citraarowana.com, dalam foto tersebut.

Permaisuri Sultan Brunei baru mengaku tertarik atas ikan arwana jenis Super Red seharga Rp 100 juta tersebut dan belum memutuskan membeli. Menurut Sriyadi, keluarga Sultan Bolkiah akan kembali datang ke rumahnya untuk membeli salah satu ikan arwana dagangannya. "Kata staf Ratu Brunei, akan ditindaklanjuti di kemudian hari," ujarnya.

Jika ikan milik Sriyadi yang harganya Rp 100 juta tersebut terjual, maka akan menjadi arwana termahal yang pernah dijualnya. Sebelumnya, Sriyadi hanya menjual arwana termahal seharga Rp 65 juta. "Saya nggak kasih nama ikan itu. Biasanya pedagang lain memang memberi nama untuk ikan arwana dagangannya, biar harganya naik," katanya.

Ikan arwana berharga Rp 100 juta tersebut panjangnya sekitar 55 cm dengan berat 4 kg. Seluruh sisiknya sudah berwarna merah menyala dan tampak sangat cantik. "Memang tidak punya nama, tapi ikan tersebut maskot Citra Arwana," ujar Sriyadi.

Senin, 08 Februari 2010

33 Arwana Ilegal Disita


Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyita 33 ekor ikan arwana yang diduga diperdagangkan secara ilegal di Pekanbaru, Riau, Kamis (19/3).

Hal tersebut terungkap setelah petugas BBKSDA Riau bersama tujuh personel Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Beruang BBKSDA melakukan penggerebekan di sebuah ruko penjual ikan dan perlengkapan pancing Ly`s Akuarium di Jalan Tanjung Datuk No 81 A, Pekanbaru.

Puluhan ikan arwana tersebut ada di dalam akuarium yang diletakkan terpisah dari ikan lainnya yang dipajang di bagian depan toko. Arwana berbagai jenis, seperti golden red, super red, dan silver, tampaknya sengaja disembunyikan pemilik toko di ruangan khusus di bagian belakang ruko.

Pemilik toko sempat merasa keberatan dan marah-marah dengan kehadiran wartawan yang meliput penggerebekan tersebut. Ia bahkan sempat mengatakan akan menuntut salah satu media apabila diberitakan.

Kepala BBKSDA Riau Rachman Siddik mengatakan, terbongkarnya perdagangan arwana ilegal itu adalah hasil dari informasi warga. Pemilik toko itu adalah Edy Hartono dan istrinya Ally yang langsung dibawa ke kantor BBKSDA Riau untuk dimintai keterangan.

"Dari hasil pemeriksaan, pemilik ruko mengatakan, 33 ekor ikan arwana tersebut 14 di antaranya berasal dari Medan dan 19 lainnya didapat dari teman-temannya yang berdomisili di Riau. Arwana ilegal dijual sekitar Rp 25 juta per ekor," katanya.

Menurut Rachman, puluhan ikan itu disita karena pemilik tidak bisa menunjukkan dokumen keberadaan dan sertifikat kepemilikan arwana tersebut. Pemilik toko tersebut, telah melanggar Pasal 21 Ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Pemilik dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta," ujarnya.

Ia menambahkan, 33 ekor arwana yang disita tersebut untuk sementara tetap dititipkan di ruko karena BBKSDA tidak memiliki tempat penampungan.

Sabtu, 06 Februari 2010

Penangkaran Arwana Caplok Taman Hutan Raya

Dinas Kehutanan Provinsi Riau menyatakan, penangkaran ikan arwana telah mencaplok kawasan konservasi alam di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasim, Riau, sehingga bisnis tersebut dinyatakan ilegal.

"Mereka sudah pasti mengeksploitasi sungai di Tahura untuk penangkaran ikan arwana. Saya bisa pastikan itu, dan itu jelas menyalahi aturan," kata Kepala Seksi Kebakaran Hutan dan Lahan (Dishut) Said Nurjaya di Pekanbaru, Selasa (15/9).

Status Tahura dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam tersebut bertujuan untuk tempat koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, serta rekreasi.

"Apa pun yang terdapat dalam kawasan hutan lindung, tidak boleh diekploitasi," ujarnya.

Hal tersebut dikatakan Said terkait adanya penangkaran ikan arwana yang luasannya dikabarkan mencapai puluhan hektare di Tahura. Menurut informasi, aktivitas penangkaran itu sudah berlangsung selama 15 tahun terakhir.

Ia juga mengatakan, kondisi kawasan seluas 6.172 hektar itu sudah sangat memprihatinkan karena sudah banyak berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. "Akibat maraknya perambahan dan pembukaan lahan untuk kebun sawit, kebakaran tiap tahun selalu melanda Tahura pada musim kemarau," katanya.

Menurut dia, Dishut Riau akan mengajukan dana Rp 52 miliar dana APBD tahun 2010 untuk membiayai pembangunan pagar mengelilingi Tahura sebagai pembatas dengan lahan warga. Jika sudah dipagar, ujarnya, akan diketahui siapa saja pemilik kebun sawit sehingga ke depan akan dilancarkan razia dan operasi khusus di Tahura.

Kamis, 04 Februari 2010

Cerita Tentang Ikan Seharga Rp 500 Juta.

Bagi para pehobi ikan hias tentu sudah tak asing dengan ikan Arwana. Tampilannya anggun dan berwibawa hingga tak heran jika disebut sebagai rajanya ikan hias. Dari berbagai jenis yang ada, Arwana Super Red didaulat sebagai kasta tertinggi Arwana karena keindahan dan mitos yang menyelimutinya.

"Sampai saat ini jenis Super Red yang masih menjadi kasta tertinggi ikan Arwana dan ikan hias lainnya," kata Steven Surya Atmaja dari Arowana Club Indonesia (ACI) saat ditemui Kompas.com di sela-sela pameran reptil dan ikan hias bertajuk Indonesia Pets Plants Aquatic Expo 2009 , di WTC Mangga Dua, Jakarta, Minggu (6/12).

Acara pameran berbagai jenis ikan hias yang diselenggarakan 5-13 Desember ini memang secara khusus menampilkan Arwana sebagai salah satu unggulan di jajaran ikan hias. Jenis Super Red pun menjadi bintang utama dalam pameran tersebut.

Luar Biasa Mahal

Dengan kasta tertinggi itu pula, maka wajar jika harga ikan Arwana terutama jenis Super Red bisa mencapai harga yang dianggap luar biasa mahal bagi orang awam. "Sebagai ikan hias dengan kasta tertinggi maka harganya pun tentu menyesuaikan dengan kualitasnya," kata Steven.

Ia mengungkapkan, dengan tren ikan hias sekarang, harga seekor Arwana Super Red dengan kualitas terbaik bisa mencapai Rp 500 juta. Untuk anakan Super Red yang paling kecil, kata dia, dipasarkan dengan harga berkisar Rp 3,5 juta.

Salah satu Super Red unggulan dari Arowana Club Indonesia pun rencananya akan ditampikan pada 12 Desember mendatang dalam pameran tersebut. "Jenisnya Super Red, dengan warna yang sangat merah mengilap," katanya.

Meski harganya terbilang tak masuk akal, namun Steven mengungkapkan, memelihara ikan Arwana merupakan investasi yang sangat menjanjikan. Bisnis ikan Arwana terutama jenis Super Red sangat tinggi peminatnya terutama di luar negeri. "Para peternak Arwana di Indonesia malah sering kewalahan memenuhi permintaan dari luar negeri. Banyak permintaan dari luar, jadi makin meningkatkan harga jual Arwana," katanya.

Singapura, China, Thailand, Kanada, dan negara-negara di Eropa, sebut Steven, masih jadi pengimpor terbesar Arwana dari Indonesia. "Potensi Arwana di Indonesia diakui masih yang terbaik. Makanya selain jadi hobi, peluang bisnis di Ikan Arwana saya kira sangat menjanjikan," tuturnya.

Perawatan Ekstra

Meski demikian, ia mengatakan, untuk jenis Super Red memang perawatannya agak lebih sulit dengan jenis Arwana lainnya. Jenis Super Red ini bisa dibilang cukup rewel dan sangat riskan sakit jika tak dirawat dengan baik. "Ikan ini istilahnya orang gedongan. Enggak biasa kalau enggak dapat perawatan ekstra," katanya.

Untuk air saja, misalnya, harus dilakukan penggantian air dua kali sepekan. Airnya pun, paparnya, harus air tawar yang sudah diendapkan sehari semalam. "Kalau tidak begitu malah bisa mabuk ikannya," tambahnya. Belum lagi dengan makanannya yang harus mendukung kualitas warnanya.

Steven mengatakan, jenis Super Red harus diberikan jenis pakan yang mengandung beta karoten agar bisa menambah kilau warnanya. "Bisa diberikan udang atau kelabang," terangnya.

Karena itu, lanjut dia, peminat Arwana Super Red kebanyakan dari kelangan yang sudah terjun lama di dunia ikan hias dan sudah paham seluk beluk arwana. "Untuk kalangan pemula sebaiknya bertahap dengan memelihara Arwana Silver dulu. Kalau sudah biasa baru nanti beranjak ke Super Red," jelasnya.

Mitos

Sebagai ikan dengan kasta tertinggi, Arwana Super Red memang sering dikaitkan dengan berbagai mitos seputar keindahannya. Steven mengatakan, sebagian hobiis Arwana percaya, Arwana Super Red bisa mendatangkan kekuasaan dan kewibawaan bagi pemiliknya. Tak heran pula, ujarnya, banyak pejabat pemerintah memiliki Super Red di rumahnya.

"Super Red itu mitosnya membawa kekuasaan dan kewibawaan. Makanya baiknya diletakkan di ruang tamu atau di ruang tunggu tempat usaha," jelasnya.

Steven juga berkisah, seorang ahli metafisika pernah mengatakan bahwa ia bisa melihat sebuah rumah memancarkan cahaya aura bila memiliki Arwana di dalamnya. "Arwana itu bisa memunculkan aura yang baik bagi seluruh penghuni rumah," tandasnya.

Selasa, 02 Februari 2010

Sulitnya Bisnis Monster Fish

kan jenis monster fish merupakan ikan langka yang unik dan belum populer di pasaran. Hampir seluruh monster fish yang ada di Indonesia diimpor dari negara lain terutama negara-negara Afrika atau Amerika Selatan. Hal itulah yang menjadi kendala dalam mengembangkan bisnis monster fish. Demikian yang dituturkan hobiis monster fish yang juga pebisnis monster fish, Hanung dan Kamil saat pameran ikan hias, reptil, dan tanaman, Indonesian Pets Plants Aquatic Expo 2009 yang di gelar di WTC Mangga Dua Jakarta, Sabtu (12/12/2009).

"Masih awam banget ya, banyak yang belum tau, kayak tadi, sering orang bilang ikan kita (monster fish) ikan lele, padahal kan bukan," ujar Hanung.

"Ya nggak banyak ya pedangang yang main ikan monster fish kayak gini. Resikonya gede, biaya impor, ongkos masuk," kata Kamil menambahkan.

Menurut Hanung, tantangan terbesar dalam berbisnis monster fish adalah bagaimana menyosialisasikan kepada masyarakat tentang keberadaannya sebagai ikan yang patut diminati. "Tantangan terbesar membuat masyarakat tahu terhadap ikan ini, kenapa bisa mahal, kenapa bisa langka," ujarnya.

Tantangan lainnya, menurut Hanung adalah mengembangbiakkan monster fish yang cukup sulit dilakukan mengingat sebagian besar ikan ini habitat aslinya bukan di Indonesia. Untuk menyiasatinya, Hanung biasanya melakukan riset keadaan air di habitat asli monster fish seperti suhu asli dan kadar keasaman air terlebih dahulu, untuk kemudian membuat habitat tiruan yang hampir mirip habitat asli.

"Kan masih impor, butuh adaptasi dengan lingkungan lokalnya. Tantangannya bagaimana mengembangkan satu jenis. Biasanya kita riset bagaimana rata-rata suhu di Amazon, keasamannya, kita tiru. Nggak mungkin sama persis sih," ujar Hanung.

Ikan golongan monster fish juga bisa terkena penyakit yang tidak umum, berbeda dengan ikan ternakan. "Karena ikan tangkepan alam, banyak penyakit yang nggak umum kayak ikan ternak biasa. Misalnya penyakit pencernaan. Awalnya gak kelihatan, oh ikan ini sehat. Mungkin gara-gara di tempat penampungan sebelum impor tidak dikasih makan, atau makanannya gak cocok," kata Hanung.

Meskipun banyak tantangannya, bisnis monster fish termasuk bisnis yang menjanjikan. Namun membutuhkan waktu relatif lama untuk sukses, tidak bisa hanya dalam setahun sampai dua tahun. "Bisa dibilang menjanjikan tapi nggak bisa dalam setahun, dua tahun. Harus banyak sosialisasi," imbuh Hanung. Monster fish adalah salah satu golongan ikan hias yang dipamerkan di pameran ikan hias,reptil, dan tanaman, Indonesian Pets Plants Aquatic Expo yang berlangsung 5-13 Desember di WTC Mangga Dua Jakarta.

Senin, 01 Februari 2010

Ikan Albino Lebih Diburu Hobiis

Bagi penggemar ikan hias, ikan yang memiliki kelainan seperti ikan albino yang putih pucat akibat kekurangan pigmen warna justru diburu karena dianggap unik dan langka. Harganya pun jauh lebih mahal dibanding ikan sejenis yang normal. Misalnya saja, seekor monster fish, Lung Fish albino dihargai 12 juta rupiah sementara ikan Lung Fish normal harganya hanya ratusan ribu rupiah.

"Yang paling mahal di sini, Lung Fish albino. Harganya 12 juta. Kalau yang biasa 300 ribu-an," ujar Kamil salah seorang penjual monster fish di pameran ikan hias, reptil, dan tanaman, Indonesian Pets Plants Aquatic Expo 2009 di WTC Mangga Dua, Jakarta, Sabtu (12/12/2009).

Perbedaan harga dari ikan unik dengan ikan normal sangat tinggi karena jumlah Lung Fish albino sangat sedikit. "Dikit banget. Dari satu juta, hanya ada satu yang albino," kata Kamil.

Hanung yang juga hobiis monster fish menambahkan, Lung Fish albino hanya terdapat di Afrika, Amazon dan Australia. Yang paling mahal dan langka adalah Lung Fish albino Australia yang saat ini termasuk hewan yang dilindungi. Lung Fish adalah ikan air tawar pemakan daging. Terlihat di pameran, Lung Fish normal berwarna abu-abu kecoklatan seperti ikan lele yang memiliki sisa kaki dan tangan. Sedangkan Lung Fish albino berwarna putih pucat dengan bola mata berwarna merah.

Menurut Kamil, Lung Fish albino memiliki gangguan penglihatan seperti layaknya manusia albino. Seperti yang diberitakan, dalam Indonesian Pets Plants Aquatic Expo 2009, dipamerkan beragam ikan hias, reptil, dan tanaman hias yang cukup menarik perhatian pengunjung terlihat dari bayaknya pengunjung yang datang.

Minggu, 31 Januari 2010

Kehidupan Biota Laut Terancam

Badan konservasi alam dunia di bawah PBB mengingatkan pentingnya Konferensi Perubahan Iklim 2009 menghasilkan kesepakatan yang ambisius. Pengasaman laut akibat kenaikan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer menyebabkan kepunahan spesies biota laut.

Rentetannya, yaitu terancamnya ketahanan pangan dan berdampak serius terhadap perekonomian dunia. Faktanya, pengasaman laut naik 30 persen sejak era industri 250 tahun silam. ”Pengasaman laut dideskripsikan sebagai ’pasangan jahat’ perubahan iklim,” kata Marine Vice Chair IUCN World Commission on Protected Areas Dan Laffoley pada peluncuran laporan The Ocean and Climate Change Tools and Guidelines for Action di Bella Center, Kopenhagen, Denmark.

Biota laut yang terancam di antaranya adalah terumbu karang dan hewan bercangkang, yang merupakan organisme kunci lautan. Terumbu karang menjadi gantungan hidup ratusan ribu spesies, termasuk ikan hias dan ikan komersial, yang banyak memberi penghidupan bagi masyarakat pesisir. Hewan bercangkang berperan penting pada rantai makanan di laut.

Tingginya kadar asam laut menyebabkan karang-karang mati, yang membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk pulih. Apabila itu terjadi, lautan bisa menjadi sumber petaka. Padahal 70 persen luasan dunia terdiri atas laut. Selain itu, hampir 90 persen penduduk dunia bersinggungan dengan laut.

Publikasi penelitian menyebutkan, jika kadar CO di atmosfer terus naik, keasaman air laut akan meningkat 120 persen pada tahun 2060, yang terbesar dalam 21 juta tahun ini. Pada tahun 2100, 70 persen karang laut dingin terpapar air yang bersifat korosif. ”Kelautan harus menjadi salah satu isu utama dalam diskusi,” kata Laffoley.

Selain fakta kebergantungan langsung penduduk dunia terhadap hasil laut, lautan juga menyerap 25 persen CO yang diemisikan setiap tahunnya dan menyuplai oksigen bagi makhluk hidup.

Faktanya, isu kelautan masih belum jadi isu utama negosiasi. Diakui bahwa ada kekurangan data penunjang mengenai peran laut sebagai penyerap karbon. Apalagi untuk laut di kawasan tropis, seperti Indonesia. Sebagian pihak menilainya lebih banyak melepaskan emisi karena pengaruh arus laut dan posisi Matahari. Head of IUCN Marine Programme Carl Gustaf Lundin menyebutkan, saat ini adalah waktu tepat memotong laju emisi dalam jumlah besar.

Sabtu, 30 Januari 2010

Sumur Resapan, Banjir, dan Ternak Lele...

Hujan? Gak masalah! Banjir? Itu sudah masa lalu! Begitulah warga di RT 04/RW 01 Kelurahan Babakan Asih, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung ini boleh sedikit membusungkan dada kalau diajak bicara soal banjir.

Bahkan, kini mereka mengaku tak kawatir dan bisa tidur nyenyak meski hujan gegenjeran menghantam bumi. Ya, mereka tak lagi dihantui bencana banjir yang dulu kerap melanda permukiman mereka. Pembuatan sumur-sumur resapan di seluruh perkampungan menyebabkan air cepat sekali meresap dan tak sampai menggenangi kampung.

Sekilas, suasana pemukiman di RT 04 Babakan Asih itu layaknya kawasan padat penduduk lainnya. Gang-gang sempit dan rumah-rumah berdempetan menjadi pemandangan yang umum. Namun, tidak ada yang menyangka, di bawah gang-gang sempit itulah terletak sebuah instalasi prolingkungan yang bahkan belum ada di kompleks perumahan mewah sekalipun, yaitu sumur-sumur resapan.

Sebanyak 17 titik sumur resapan dibangun di berbagai sudut dan gang di kawasan ini. Sumur-sumur ini memiliki spesifikasi ukuran rata-rata 1 x 0,8 x 2 meter, ditambah lubang suntikan sepanjang 3 meter di dasar sumur untuk mengalirkan air.

Alhasil, sejak dibangun Mei 2009 silam, keberadaan sumur-sumur resapan ini sangat membantu mengurangi banjir. "Dahulu, cileuncang bisa bertahan berjam-jam, bahkan hingga berhari-hari. Sekarang, 15 menit juga bajir sudah surut," ungkap Ahmad Ruyani (44), Ketua RT 04 Babakan Asih.

Wilayah yang lazim dikenal dengan nama Blok Tempe ini dulunya adalah daerah langganan banjir. Anak Sungai Citepus yang membelah wilayah ini biasa menjadi sumber malapetaka.

"Dulu, kalau pas ujan besar, anak-anak sekolah sulit ke sekolah. Banjir bisa sampai lebih dari setinggi lutut. Sampai-sampai, tiang jembatan (kali) tenggelam pas banjir," kata Reggi Kayong Munggaran (26), aktivis Common Room yang memotori gerakan pemberdayaan masyarakat di pemukiman ini menceritakan kondisi dahulu di wilayah ini.

Pengalaman pahit akan banjir dan kondisi lingkungan yang buruk melecut warga untuk bersama-sama aktif melakukan sesuatu. Ya, jadinya salah satunya sumur resapan ini. Pembuatan sumur resapan ini menelan dana Rp 1,7 juta per sumur. Ditotal, seluruh sumur menelan dana hingga Rp 28,9 juta.

Dana patungan

Dari mana biaya sebesar itu diperoleh? "Sebagian dari udunan (patungan) warga, dan sebagian lagi dari sumbangan berbagai pihak," tutur Reggi. Terlepas dari besarnya dana, dengan segala impitan hidup dan minimnya penghasilan, warga mau bersama-sama iuran dan kerja bakti membangun sumur ini.

Uniknya, tidak hanya berfungsi mengendalikan banjir, sumur-sumur resapan ini juga bisa digunakan untuk ternak kecil-kecilan ikan lele. Lele dipakai agar jentik nyamuk mati. "Satu sumur bisa menghasilkan 2 kg lele," tutur Ipan Garniwa (27), pengurus RT setempat.

Hasil panen ikan lele biasa digunakan warga untuk botram-istilah untuk makan bareng, setiap usai kerja bakti membersihkan kali atau menguras sumur resapan. Singkat kata dari warga untuk warga pula hasilnya.

Gerakan kepedulian lingkungan dengan m embuat sumur-sumur resapan yang ditunjukkan warga RT 04 Babakan Asih ini patut menjadi contoh bagi warga Bandung yang lain. Apalagi, Pemerintah Kota Bandung sempat mencetuskan gerakan membuat sumur resapan. Namun, dampaknya hanya jalan di tempat.

Masih ba nyak warga yang enggan dan belum sadar untuk membuat sumur resapan sendiri. Padahal, dampak banjir ke depan bakal kian menjadi-jadi akibat tingginya peluang hujan ekstrim yang dipicu perubahan iklim

Kamis, 28 Januari 2010

Rayakan Kemerdekaan dengan Panen Lele

Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya, Senin (17/8), melakukan panen perdana ikan lele hasil olahan para nara pidana (napi) Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kupang. Hasilnya, 18.000 ekor!.

Panen perdana ikan lele hasil budidaya 624 napi penghuni LP Klas IIA Kupang itu dilakukan seusai Gubernur Lebu Raya menyerahkan remisi umum kepada 362 napi di LP Penfui pada HUT ke-64 Kemerdekaan RI.

"Ini bukti bahwa kehidupan di Lapas tidak ada bedanya dengan warga masyarakat lain yang berada di rumah sendiri. Ini sangat luar biasa," kata Gubernur Lebu Raya memuji aktivitas para napi tersebut.

Ia mengatakan, pembangunan ekonomi dapat dilakukan melalui pengembangan budidaya ikan air tawar yang hingga saat ini belum dilirik masyarakat pengusaha sebagai salah satu potensi yang cukup menjanjikan di NTT saat ini.

"Budidaya ikan (air) tawar hanyalah satu potensi dari sedemikian banyak potensi yang dimiliki daerah ini. Semuanya belum digarap dan diolah secara maksimal untuk meningkatkan pendapatan, meskipun 70 persen penduduk adalah petani dan nelayan" katanya.

Kondisi tersebut, menurut Gubernur Lebu Raya, ikut memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah ini yang baru mencapai 4,8 persen dengan tingkat pendapatan perkapita masyarakat Rp4,4 juta per tahun.

"Saya minta kepada semua komponen masyarakat, baik yang masih mendekam dalam Lapas atau rumah tahanan untuk tidak berhenti beraktivitas dan berkreativitas secara cerdas dan tuntas dalam upaya meningkatkan kesejahteraan," ujarnya.

"Ini salah satu resep untuk menurunkan angka kemiskinan yang hingga kini mencapai 24 persen dan menaikkan pertumbuhan ekonomi rakyat serta menaikkan pendapatan perkapita masyarakat," katanya menambahkan.

Kepala LP Kelas IIA Kupang Priya Pratama secara terpisah mengatakan, dari 18.000 ikan lele yang dipanen tersebut, sebaran pertama hanya 9.000 ekor. "Sebaran tahap kedua 10.000 ekor, namun yang hidup hingga dipanen oleh Gubernur Lebu Raya sebayak 9.000. Jadi totalnya 18.000 ekor," katanya menjelaskan.

Awal mulanya, kata Pratama, pihak Lapas mendatangi Dinas Perikanan NTT meminta agar ada kerja sama soal budidaya ikan lele ini. "Ajakan tersebut akhirnya tercapai. Kami menyiapkan bak penampung serta empang untuk budidaya di halaman tengah Blok C Lapas Penfui, sedang Dinas Perikanan NTT menyiapkan bibit, makan dan tenaga pendamping," katanya.

Selasa, 26 Januari 2010

Beternak Lele Dumbo, Siapa Takut...

Lele dumbo (Clarias gariepinus) semula dipandang sebelah mata. Namun, komoditas perikanan air tawar ini sekarang menjelma menjadi industri rakyat. Nilai perdagangannya setiap tahun mencapai lebih dari Rp 1 triliun, penyerapan tenaga kerja, nilai tambah, dan multyplier effect yang dihasilkan juga besar.

Berbagai jenis usaha terkait lele pun meluas, mulai dari industri pakan (pelet), perbenihan, budidaya, perdagangan, hingga pengolahan pangan berbahan baku lele yang umumnya skala rumahan.

Konsumen lele juga menyebar luas. Dari desa hingga ke kota. Tidak saja rakyat jelata yang makan di warung-warung tenda dengan sambal terasi dan lalapan, tetapi merambah ke konsumen menengah atas.

Perubahan status sosial komoditas lele ini telah merangsang tumbuhnya berbagai inovasi usaha dalam teknologi pengolahan pangan. Ada lele goreng kremes, bakso lele, mi basah lele, lele asap, abon lele, rolade lele, hingga pizza lele.

Karena potensinya yang besar, tak kurang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut mendukung pengembangan usaha berbasis lele dumbo dengan kampanye makan lele.

Konsumsi meningkat

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan Made L Nurdjana, Rabu (29/7) di Sukabumi, Jawa Barat, mengungkapkan, terus meningkatnya konsumsi lele dan produk olahannya secara otomatis mendorong peningkatan produksi lele dalam negeri. Tahun 2008 saja produksi lele hidup untuk konsumsi mencapai 108.200 ton.

Dengan menghitung per kilogram lele ukuran konsumsi ada delapan ekor, setidaknya dalam setahun produksi lele nasional mencapai 868,6 miliar ekor atau 2,37 miliar ekor per hari. Apabila dirupiahkan, produksi lele 108.200 ton per tahun itu senilai Rp 1,41 triliun, dengan asumsi harga lele konsumsi Rp 13.000 per kilogram.

Belum menghitung nilai ekonomi yang timbulkan dari usaha lele, baik dari aspek off farm maupun sarana produksi, seperti produksi pakan, obat-obatan, material kolam, pemupukan, hingga pembenihannya.

Semakin besar lagi perputaran ekonomi kalau menghitung berapa juta pedagang di seantero negeri ini berkat lele, baik dalam bentuk warung tenda maupun produk olahan. Juga berapa banyak tenaga kerja yang terserap baik tingkat hulu maupun hilir, dan perdagangannya.

Dewasa ini permintaan lele juga tidak saja berasal dari dalam negeri. Konsumen di Amerika Serikat dan Eropa juga sudah melirik lele. Begitu pula dengan Singapura dan Malaysia.

Arus bawah

Berkembangnya ”industrialisasi” lele dumbo berbasis kerakyatan secara tanpa disengaja tumbuh dari bawah. Ketika lele dumbo masuk Indonesia beberapa dekade lalu, minat masyarakat terhadap jenis ikan catfish yang satu ini cenderung negatif.

Kala itu masyarakat tidak begitu suka dengan lele karena kesan menjijikkan. Kulitnya yang berlendir mengingatkan konsumen tertentu pada jenis hewan melata seperti belut.

Kemampuan adaptasi binatang air yang satu ini karena mampu hidup dalam lingkungan air yang kotor sekalipun telah menggeser persepsi masyarakat terhadap komoditas lele yang terkesan jorok.

Namun, seiring melemahnya daya beli masyarakat akibat berbagai tekanan ekonomi, lele semakin diminati. Selain murah kandungan proteinnya tinggi.

Munculnya fenomena pecel lele kian mendongkrak citra lele di mata masyarakat. Mengonsumsi lele bukan lagi memalukan. Di Yogyakarta, pecel lele menjadi santapan yang digemari mahasiswa karena terjangkau. Kebutuhan lele dumbo di Yogyakarta 10-15 ton per hari.

Pelan dan pasti, permintaan lele terus naik. Bila tahun 2004, produksi lele budidaya hanya 51.271 ton per tahun, tahun 2005 naik menjadi 69.386 ton, 2006 (77.272 ton), 2007 (91.735 ton), dan 2008 (108.200 ton).

Direktur Riset dan Kajian Strategis Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengungkapkan, lele merupakan industri rakyat. Tak ubahnya raksasa yang tidur (sleeping giant), bisa diusahakan siapa saja.

Yang diperlukan saat ini adalah inovasi teknologi pangan. Karena sekarang ini konsumsi terbesar lele dumbo lebih pada bentuk segar, belum banyak ke produk olahan. Kalau tidak segera mengembangkan industri pangan olahan berbasis lele, akan terjadi kelebihan pasokan dan ini akan membahayakan bagi kelangsungan usaha.

”Kalau menunggu inovasi teknologi pengolahan pangan dari masyarakat, perlu waktu lama. Kebijakan pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian di bidang pangan perlu di arahkan ke sana,” katanya.

Industri lele dumbo berbasis usaha kecil rakyat ini jelas lebih tahan banting.

Senin, 25 Januari 2010

Mataram Unggulkan Ikan Air Tawar

Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi pusat pengembangan budidaya ikan air tawar terutama ikan nila, lele, dan karper dengan sistem keramba dan kolam.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Moh Ali Syahdan di Mataram, Sabtu (12/12/2009), mengatakan, saat ini semakin banyak petani di Kota Mataram yang membuka usaha budidaya ikan nila baik di kolam maupun menggunakan keramba karena permintaan komoditas tersebut cukup banyak terutama untuk pasar lokal.

Ia mengatakan, di sejumlah wilayah Kota Mataram cukup banyak petani yang mengelola usaha budidaya ikan nila dan karper, antara lain di Sayang-Sayang, sementara di Lombok Barat paling banyak di Kecamatan Lingsar dan Narmada.

Kota Mataram dan Lombok Barat cocok untuk pengembangan budidaya ikan air tawar terutama nila, karper dan lele, karena air tidak pernah kering kendati terjadi kemarau panjang. "Saat ini petani di Kota Mataram dan Lombok Barat sedang ’demam’ usaha budidaya ikan nila baik di kolam maupun keramba, karena permintaan komoditas tersebut terus meningkat," katanya pada acara jumpa pers evaluasi akhir tahun 2009.

Permintaan ikan nila di pasar tradisional di Kota Mataram dan Lombok Barat cukup tinggi, demikian juga untuk kolam pemancingan cukup banyak membutuhkan ikan nila dan karper.

Budidaya ikan air tawar lain yang dikembangkan petani adalah ikan lele dengan menggunakan lahan marginal, namun hasilnya cukup besar. "Kami menganjurkan petani untuk memproduksi ikan lele sebanyak-banyaknya, karena permintaan khususnya di Pulau Sumbawa cukup banyak dan harganya mahal mencapai Rp 20.000 hingga Rp 21.000 per kilogram, sementara di Kota Mataram hanya Rp 11.000 per kg," katanya.

Sabtu, 23 Januari 2010

Melacak Sirip Hiu, dari Sup ke Samudra

Tiap tahun jutaan sirip hiu diperdagangkan di pasar-pasar di China untuk memenuhi permintaan akan sup sirip hiu, yang dianggap sebagai salah satu kenikmatan kuliner. Tapi sejauh ini belum pernah diketahui hiu dari daerah mana dan jenis apa yang terancam akibat perdagangan ini.

Nah, berkat suatu riset DNA, para peneliti mampu melacak asal sirip hiu yang dijual di pasaran Hong Kong sampai ke tempat hiu-hiu itu hidup. Ilmuwan menemukan bahwa sebagian dari sirip hiu itu diambil dari jenis hiu martil yang hidup berkilo-kilometer jauhnya dari Hong Kong dan populasinya tergolong terancam.

Penemuan ini menekankan pentingnya melindungi hiu-hiu dari perdagangan internasional. Pasalnya, sekitar 73 juta hiu dibunuh tiap tahun demi masakan yang disebut lezat ini, dimana 1 sampai 3 juta hiu yang dibunuh adalah hiu martil. Menurut Ellen Pikitch, profesor ilmu kelautan dari Universitas Stony Brook, New York, hiu-hiu martil diincar karena ukuran siripnya yang besar, dan 1 kg sirip bisa dijual seharga 120 dollar AS.

"Perdagangan sirip hiu telah terjadi bertahun-tahun secara gelap," kata Demian Chapman, peneliti dari Institut Ilmu Pelestarian Laut, Universitas Stony Brook. "Hasil kerja kami menunjukkan bahwa perdagangan sirip hiu martil berasal dari seluruh penjuru dunia, maka itu penanganannya juga harus dilacak dan dikelola secara global."

Chapman dan para mitranya memakai teknik yang disebut 'identifikasi stok genetika' (GSI) untuk meneliti contoh DNA dari 62 sirip hiu martil yang didapatkan dari pasaran di Hong Kong. Dengan melihat urutan DNA mitokondrial dari tiap sirip - yaitu bagian kode genetika yang diturunkan dari induk dan bisa dilacak untuk menentukan daerah kelahiran hiu - para peneliti bisa mencocokkan 57 dari 62 sirip tersebut pada suatu lokasi di Samudra Indo-Pasifik.

Tim peneliti juga menganalisa urutan mitokondrial dari 177 hiu martil yang telah dipotong siripnya di Samudra Atlantis bagian barat dan membuktikan bahwa spesies itu berasal dari tiga kelompok menurut asalnya, yaitu: dari utara (Atlantik dan Teluk Mexico), tengah (Belize dan Panama), selatan (Brazil). Hasil pelacakan menunjukkan 21 persen sirip hiu di Hong Kong berasal dari Atlantik bagian barat. Hiu martil yang telah diambil siripnya di area ini sejak 2006 sudah termasuk kelompok terancam menurut Serikat Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Bahkan spesies daerah pesisir ini sepertinya telah hilang dari bagian barat Samudra Atlantik Utara dan Teluk Mexico.

"DNA dari hiu martil memiliki tanda DNA populasi yang kuat, sehingga kita bisa melacak asal-usul geografis sebagian besar sirip yang dijual di pasaran," kata Mahmood Shivji, direktur dari Institut Riset Guy Harvey, di Florida yang telah menerbitkan karya tulis mengenai topik ini. "Dari sudut pandang yang lebih luar, pengujian sirip lewat forensik DNA bisa menjadi alat untuk menentukan area perlindungan dan untuk memastikan hiu tidak punah di area tertentu akibat diburu secara berlebihan."

Perlindungan hiu martil akan dipertimbangkan pada Konvensi mengenai Perdagangan Internasional Spesies yang Terancam (CITES), Maret 2010, di Qatar.

Amerika telah mengusulkan bagi CITES untuk mendaftar hiu martil dan lima spesies hiu lainnya pada Lampiran II, yang akan mencanangkan perizinan dan pengawasan untuk seluruh perdagangan spesies ini di seluruh perbatasan internasional. Dengan mengetahui spesies dan asal-usul dari sirip yang diperdagangkan maka pengelolaan dan usaha perlindungan bisa dialokasikan dengan efektif.

Kamis, 21 Januari 2010

Bukan Cupang Sembarang Cupang

HANYA Indonesia yang menyebut ikan air tawar ini cupang. Memang enak dilafalkan. Tentu, ini bukan cupang sembarang cupang. Di pentas dunia, ikan cupang akrab disebut betta fish atau ada yang menyebut the Siamese fighting fish lantaran ikan ini diakui paling banyak berasal dari Thailand dan suka berkelahi. Ikan cupang dikenal sebagai ikan aduan dan pelahap jentik nyamuk.

”Makanya, penggemar ikan cupang enggak ada yang sakit demam berdarah. Jentik nyamuknya udah dimakan cupang, he-he-he,” gurau Toni Hidayat (29), Ketua Umum INBS yang sehari-hari berbisnis di bidang teknologi informasi.

Cupang, disebut Toni, sebagai ikan hemat energi dan antipemadaman listrik. Cupang tidak membutuhkan listrik untuk menggerakkan pompa yang menyedot air dari dan ke filter seperti saat memelihara ikan koi, misalnya. Tidak pula membutuhkan gelembung udara untuk aerator. ”Cukup dicemplungkan ke air, dia akan hidup. Ikannya bandel dan jarang sakit,” imbuhnya.

Penggila cupang, Joty Atmadjaja (46), mengatakan, Indonesia adalah penghasil ikan cupang hias terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Namun, untuk cupang alam, Indonesia nomor satu di dunia. ”Cupang alam ini adalah yang masih asli di habitatnya. Indonesia kaya sekali. Saat ini kita memiliki 40-an spesies cupang yang sudah diidentifikasi,” katanya. Joty saat ini mengoleksi 15 spesies cupang alam untuk dibudidaya.

INBS bekerja sama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan RI akan terus mengidentifikasi cupang karena diyakini Indonesia masih mempunyai banyak spesies cupang. ”Terakhir, beberapa jenis cupang hias ditemukan oleh pakar ikan cupang Dr Sudarto, dari Papua,” kata Joty.

Banyak yang istimewa dari Cupang. Pertama adalah warna-warna yang tajam seperti merah, oranye, emas, hitam, biru, kuning, tembaga, yang semuanya mengkilat. Ada juga kombinasi warna seperti kombinasi dalam ikan koi. Soal bentuk, yang istimewa adalah ekornya. Ada berbagai bentuk ekor, antara lain crowntail atau serit (ekornya berjumbai-jumbai dan berduri), half-moon (ekor mengembang membentuk huruf D, membentuk sudut 180 derajat), doubletail (ekor seperti terbelah menjadi dua dan mengembang), dan fantail (ekor melingkar)

Rabu, 20 Januari 2010

Bukan Masanya Mengadu Cupang

APA istimewanya ikan cupang (Betta splendens)? Ukurannya kecil, penyendiri, dan gemar berantem. Nah, justru itu menariknya, di samping warnanya yang tajam dan beragam serta bentuknya yang indah. Penggemarnya sejagat, termasuk mereka yang tergabung dalam Komunitas Indo Betta Splendens (INBS).

Umumnya, penggemar ikan cupang mengakrabi ikan ini sejak masa kanak-kanak. Menyaksikan dua ikan cupang berkelahi rasanya asyik betul. Saat ikan marah, bentuknya menjadi lebih indah. Siripnya terkembang sempurna. Ya, cupang memang dikenal sebagai ikan aduan. Waktu bertarung bisa tiga jam, sampai salah satunya mati dan yang lain lemas. Wah….

”Di habitat aslinya, ikan ini memang soliter. Di satu lubuk, biasanya hanya ada satu pejantan. Makanya kalau bertemu jantan lain, berkelahi,” ujar Toni Hidayat (29), Ketua INBS.

Kalau ketemu betina? Cupang jantan akan berjoget lantas membuat sarang busa dengan air liurnya. Kalau kawin, cupang betina dijepit si jantan. ”Nah kalau ceweknya terlalu gemuk, ia ditubruk cowoknya agar keluar telur. Telurnya diambil cowoknya dan ditaruh di busa. Indah, deh,” tutur Toni. ”Oya, biasanya cupang kawin pukul 10 pagi,” sambung pria yang rupanya gemar menonton cupang kawin ini.

Toni mengenal cupang sejak usia lima tahun. Saat ia sekolah dasar, saban pekan selalu datang penjual ikan ke sekolah sampai dikerubuti anak-anak. Ia pun mulai gemar mengadu cupang. ”Sampai SMA saya masih suka ngadu, tapi pas kuliah saya stop,” tuturnya. Koleksi cupang yang ia miliki kemudian dipelihara dan dikembangbiakkan hingga ratusan ekor.

Anggota komunitas lain, Joty Atmadjaja (46), mempunyai pengalaman sama. ”Dulu kalau saya diajak ke pasar, selalu berhenti di toko ikan. Saya pandangi lama-lama semua ikan hias. Ketika melihat cupang, saya tertarik, karena suka beradu. Saya lalu terbiasa mengadu ikan cupang, asyik rasanya,” tutur wiraswasta yang mengoleksi ribuan ekor cupang hias dan ratusan cupang alam ini.

Saat ia dewasa, kenangan masa kecil muncul kembali. Kali ini cupang bukan lagi untuk diadu, tetapi untuk dinikmati keindahannya, dipelihara, dikoleksi, dibudidaya, dan bisa juga dijual sampai mancanegara.

Joty bahkan sampai keluar dari perusahaan makanan olahan tempat ia bekerja pada tahun 2006 gara-gara cupang. Padahal, ia bekerja di perusahaan itu sejak 18 tahun lalu hingga posisi terakhir sebagai direktur marketing internasional. ”Demi kecintaan pada cupang. Enggak enak kan sama atasan dan anak buah karena mereka lebih sering melihat cupang di layar komputer saya dibanding urusan kerjaan, he-he-he,” jelasnya.

Kini setelah berwiraswasta, Joty lebih bebas mengatur waktu untuk bercengkerama dengan cupang-cupangnya. ”Bisa berjam-jam ngurus cupang. Bersihin akuarium, kasih makan, memandanginya menari, menikmati warna-warna cerahnya. Lupa makan deh,” ungkapnya.

Komunitas dunia

Dari mana lagi sesama penggemar ikan cupang berinteraksi kalau tidak lewat mailing list (milis) di internet. INBS generasi pertama diketuai oleh Abdul Sahal (46), wartawan Republika. Milis dibentuk menyusul kelahiran komunitas ini pada tahun 2001. Hingga kini anggota milis mencapai ratusan orang di seluruh Indonesia. ”Komunitas kami sudah menjadi bagian dari komunitas ikan cupang dunia,” terang Sahal.

Maksudnya, INBS mendapat sertifikasi dari International Betta Congress (IBC), komunitas tingkat dunia penyelenggara kegiatan-kegiatan internasional yang berhubungan dengan ikan cupang yang dibentuk tahun 1966. ”Kalau ada kontes ikan cupang sedunia, kami selalu ngirim perwakilan, bisa ikannya saja atau ikan dan pemiliknya. Kami masuk chapter Asia Tenggara,” jelas Sahal. Ditambahkan, tempat kontes berpindah-pindah, bisa di Asia, Eropa, atau Amerika.

Soal kontes-kontesan, Indonesia selalu percaya diri. Itu lantaran habitat asli ikan ini memang kebanyakan di Asia Tenggara. termasuk Indonesia, terutama di Kalimantan dan Sumatera. Indonesia paling bangga mengirimkan jenis ikan cupang serit atau crowntail. ”Kami selalu juara kalau kontes ikan serit karena memang jenis ini yang paling bagus ya dari Indonesia,” ujar Toni. Namun, untuk jenis halfmoon dengan ekor mengembang membentuk huruf D, jagonya adalah negara Swiss.

Menjadi bagian dari IBC bukan untuk gagah-gagahan, namun pembuktian keseriusan menggauli hobi budidaya ikan cupang. ”Kegiatan lain adalah konservasi alam. Ini untuk mengubah anggapan orang bahwa cupang tidak untuk diadu, namun untuk dinikmati dan dibudidaya,” terang anggota lain, Gempur Susetyo Hadi (40), karyawan Bank Mandiri.

Hanya seperempat dari anggota INBS yang benar-benar menekuni cupang untuk bisnis. Selebihnya karena hobi, seperti diakui Rahman, karyawan marketing perusahaan alat berat. Arif Rifai (22), pegawai Departemen Perhubungan, paling suka memotreti cupang-cupang yang sedang berenang. ”Untuk melatih keterampilan motret, he-he-he,” sahutnya.

Minggu, 17 Januari 2010

Ikan Cupang, Keunggulan yang Terabaikan

Ikan cupang hias atau Betta splendens selama ini kerap dipersepsikan sebagai ikan ”murahan” dan banyak ditemukan di rawa, empang, ataupun sawah. Dengan harga jual di pasar minimal Rp 1.000 per ekor, keunggulan ikan—yang juga dikenal dengan sebutan ikan laga ini—sering terabaikan dan hanya dijadikan ikan aduan.

Dalam kurun satu dekade terakhir ikan cupang hias yang banyak berkembang di kawasan Asia Tenggara kian populer di mancanegara. Ikan hias ini sering ditampilkan dalam ajang-ajang promosi dan pameran ikan hias internasional.

Harga ikan kecil yang berukuran 3-5 sentimeter itu bisa mencapai jutaan rupiah per ekor.

Ciri menonjol dari ikan yang gerakannya agresif ini adalah warnanya yang menarik dan indah dengan sirip yang lebar dan bisa mekar.

Jenis ikan cupang hias yang banyak diminati adalah cupang alam (wild betta), selain ikan cupang hasil budidaya.

Popularitas ikan cupang hias kian berkilau seiring dengan semakin beragamnya corak ikan cupang. Ini yang membuat pasar ikan cupang tidak seperti ikan hias lainnya, yang naik turun seiring dengan tren selera peminat ikan hias.

Peminat ikan cupang dari Indonesia juga kian berkembang, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di pasar internasional.

Pembudidaya ikan cupang hias di Indonesia pun patut berbangga. Produk ikan cupang hias Indonesia tidak kalah dibanding ikan sejenis yang diproduksi oleh Thailand dan China, dua negara yang dikenal sebagai produsen ikan hias dunia.

Ikan cupang hias jenis serit (crown tail) yang asli Indonesia, misalnya, banyak diburu oleh konsumen dari Asia, Amerika Serikat, dan Kanada. Ikan dengan ekor menyerupai sebuah mahkota itu harganya bisa mencapai Rp 1 juta per ekor. ”Ikan cupang serit dari Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan produk serupa dari luar negeri,” ujar Hendy Wijaya, pembudidaya ikan cupang hias.

Kurang promosi

Namun, sayang, keunggulan ikan cupang hias hasil budidaya para peternak dalam negeri tersebut kalah promosi. Akibatnya, banyak pehobi ikan cupang hias yang membeli ikan cupang dari Thailand.

Bahkan, dalam ajang Kontes Ikan Hias Mas Koki dan Cupang di Raiser Ikan Hias Cibinong, Jawa Barat, Agustus 2009, tidak banyak peminat dan pehobi yang datang menyaksikan kontes tingkat nasional itu.

Ketua Panitia Kontes Ikan Hias Mas Koki dan Cupang di Raiser Ikan Hias Cibinong Raymond H Tanner mengemukakan, sarana promosi dan pemasaran ikan mas koki dan cupang hias produksi Indonesia belum optimal sehingga keunggulan ikan hias hasil budidaya dalam negeri itu belum terangkat.

”Masih ada keraguan pasar domestik terhadap kualitas ikan mas koki dan cupang hasil produksi dalam negeri,” ujarnya.

Menurut Hendy, pengembangan ikan cupang hias tidak membutuhkan perawatan khusus. Hanya butuh waktu dan ketekunan dalam proses menjodohkan ikan cupang. Hal ini karena ikan cupang jantan sangat pemilih dalam menentukan pasangan.

”Kalau seekor ikan cupang jantan tidak mau dipasangkan dengan cupang betina, si betina bisa dihajar habis,” ujar Hendy.

Selain itu, pascapemijahan diperlukan pengawasan. Sebab, ada kecenderungan ikan cupang betina yang telah menghasilkan telur akan disingkirkan oleh cupang jantan. Cupang jantan cenderung merawat sendiri telur dan anakan. Sebaliknya, cupang betina cenderung memakan telur hasil pemijahan.

Saat ini, pemasaran sebagian ikan cupang dilakukan melalui internet. Melalui pemasaran berbasis internet itu, produk ikan cupang dalam negeri bisa laku dijual hingga ke benua lain.

Ikan cupang yang diekspor umumnya berkualitas tinggi, yaitu berukuran tubuh lebih dari 4,5 sentimeter, dengan harga jual minimal ratusan ribu rupiah.

”Semakin bagus bentuk tubuh, fisik, dan sirip ikan cupang, harga jualnya makin bagus. Bisnis ini menguntungkan karena tidak ada standar atau patokan harga tertentu. Harga bergantung minat,” ujar Hendy.

Kalah dengan Singapura

Potensi spesies ikan hias di perairan Indonesia tak perlu diragukan. Perairan Indonesia menyimpan tidak kurang dari 4.500 jenis ikan hias air tawar dan ikan hias air laut.

Alam Indonesia juga cocok untuk pengembangan spesies ikan hias yang berasal dari negara lain, seperti mas koki (Carrasius auratus), koi (Cyprinus carpio), dan discus (Symphysodon discus).

Meski memiliki ribuan jenis ikan hias, tetapi dalam perdagangan ikan hias, Indonesia belum ”masuk hitungan”.

Nilai ekspor ikan hias Indonesia tahun 2003-2008 cenderung stagnan. Ekspor ikan hias Indonesia tahun 2008 hanya 9,5 juta dollar AS.

Pangsa pasar Indonesia dalam perdagangan ikan hias global baru 7,5 persen, jauh di bawah Singapura yang menguasai 22,8 persen pangsa pasar ikan hias dunia.

Padahal, data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) 2006 menyebutkan, 90 persen dari kebutuhan ikan hias Singapura disuplai dari Indonesia.

Sabtu, 16 Januari 2010

Cumi-cumi Raksasa Tertangkap Nelayan Australia

Seekor cumi-cumi sepanjang 6 meter tertangkap di Australia. Beratnya juga tak main-main, mencapai 250 kilogram.

Cumi-cumi raksasa tersebut ditangkap para nelayan yang tengah menjaring ikan di pantai tenggara benua paling selatan tersebut. Nahkoda kapal yang bernama Rangi Pene mengatakan bahwa cumi-cumi tersebut telah tewas saat terjerat jaring pada kedalaman 500 meter.

Saat ini cumi-cumi tersebut dikemas dalam kotak penyimpan khusus dan disimpan di ruang pendingin sebuah museum di Portland. Saking besar dan berat ukurannya, untuk mengangkat bangkainya saja dibutuhkan 10 orang.

Paul McCoy, seorang pakar biologi kelautan Australia, mengatakan bangkai cumi-cumi raksasa tersebut akan disimpan sebagai koleksi museum. Analisis yang segera dilakukan akan mengungkap lebih jelas jenis cumi-cumi tersebut, usia, dan mungkin penyebab tewasnya.

Ada beberapa jenis cumi-cumi raksasa yang masih hidup saat ini. Taningia danae adalah jenis cumi-cumi raksasa yang hidup di perairan tropis dan subtropis Lautan Pasifik dan dapat tumbuh hingga 2,3 meter dan berat 61,4 kilogram. Spesies sejenis dari famili Architeuthidae bahkan bisa tumbuh sampai 10 meter.

Sementara cumi-cumi raksasa yang memiliki ukuran terbesar adalah dari jenis cumi-cumi kolosal (Mesonychoteuthis hamiltoni) yang diperkirakan dapat tumbuh hingga 20 meter. Cumi-cumi kolosal yang bangkainya diteliti di Selandia Baru beberapa waktu lalu memiliki mata sebesar bola voli dan lensa mata sebesar buah jeruk.

Cumi-cumi raksasa adalah salah satu makhluk laut yang legendaris dan dikenal sebagai monster laut karena ukurannya. Hewan yang lebih sering terlihat nelayan di lautan lepas juga banyak dikenal sebagai mitos sebagai penyerang agresif yang memiliki tentakel beracun.

Rabu, 13 Januari 2010

Cumi-cumi Raksasa di Selandia Baru Akan Diotopsi

Para ilmuwan kelautan dari Selandia Baru memulai persiapan untuk mengotopsi seekor cumi-cumi raksasa yang ditangkap tahun lalu. Penelitian terhadap cumi-cumi seberat 500 kilogram dan panjang 7,8 meter itu dilakukan untuk mengungkap rahasia salah satu raksasa laut yang masih sangat misterius.

Cumi-cumi tersebut telah dikeluarkan dari kotak es ruang penyimpanannya dan dipindahkan ke dalam tangki berisi larutan garam hari ini. Es juga ditambahkan ke selama tangki agar proses pencairan lambat sehingga bagian tubuh terluar yang masih segar tidak rusak karena keriput.

Setelah mencair seluruhnya, para peneliti akan mempelajari lebih dalam mengenai bentuk anatominya, membedah isi perut dan mulutnya. Sampel jaringan juga akan diambil untuk analisis DNA dan mengidentifikasi jenis kelaminnya. Proses otopsi untuk mengungkap kehidupan cumi-cumi raksasa tersebut rencananya dilakukan mulai Rabu (30/4).

"Jika ternyata diketahui jantan, ini berarti laporan ilmiah pertama mengenai deskripsi jenis jantan dari spesie ini," ujar Steve O'Shea, pakar cumi-cumi dari Universitas Teknologi Auckland yang akan terlibat dalam penelitian. Cumi-cumi kolosal betina pernah diidentifikasi dari spesimen yang ditemukan tahun 2003. Usai otopsi, bangkai cumi-cumi raksasa tersebut akan dipamerkan dalam tangki berisi formalin 900 liter di sebuah museum di Wellington.

Selama ini, cumi-cumi kolosal banyak diberitakan dari cerita dari mulut ke mulut nelayan. Tak ada seorang pun yang pernah melihatnya lansgung pada habitatanya di perairan dalam.

Seorang nelayan tanpa sengaja menangkap seekor cumi-cumi raksasa itu di lepas pantai Antartika pada Februari 2007 saat mengail ikan gigi Patagonia atau ikan bass Chili. Cumi-cumi tersebut terseret ujung kail dari laut dalam ke permukaan karena memangsa ikan tersebut.

Sadar bahwa hasil tangkapannya sangat bernilai, nelayan tersebut mengambilnya dan menjaga kondisinya di atas kapal. Kemudian, museum nasional Te Papa Tongerawa mengambil alih perawatan setelah dilaporkan.

Spesimen tersebut tercatat sebagai spesies Mesonychoteuthis hamiltoni terbesar yang pernah ditangkap. Cumi-cumi kolosal terbesar sebelumnya yang ditemukan tahun 2003 hanya seberat 330 kilogram dan berjenis kelamin betina. Meski demikain, seekor cumi-cumi kolosal diperkirakan dapat tumbuh hingga 13 meter.

Senin, 11 Januari 2010

Cumi Raksasa Terjaring di Teluk Meksiko

Para peneliti secara kebetulan mendapati seekor cumi-cumi raksasa sepanjang 5,9 meter tertangkap dalam jaring mereka di pesisir Lousiana, Teluk Meksiko. Temuan hewan langka di lokasi tersebut menunjukkan banyak hal yang tidak kita ketahui mengenai cumi-cumi raksasa.

Cumi-cumi yang baru terjaring itu beratnya mencapai 46,7 kg. Ia tertangkap tanggal 30 Juli dalam jaring trawl pada kedalaman 450 meter di bawah air yang ditarik kapal peneliti. Namun, hewan itu mati karena tidak bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan tekanan pada kedalaman air berbeda saat dibawa ke permukaan.

"Saat jaring pukat itu muncul dari air, saya melihat ada sesuatu yang besar di dalamnya, sangat besar," ujar Anthony Martinez, peneliti mamalia air dari National Oceanic and Atmospheric Administration.

Para peneliti yang sebenarnya sedang meneliti jenis makanan paus sperma itu berniat mengawetkan cumi-cumi yang mereka temukan dan mengirimkannya ke Museum Sejarah Alam Smithsonian untuk diselidiki lebih lanjut.

Cumi-cumi raksasa jarang sekali ditemukan dalam keadaan utuh. Peneliti biasanya hanya menjumpai sisa-sisa tubuhnya dalam perut hewan pemangsanya seperti paus sperma. Hal tersebut menjadikan temuan kali ini sangat berharga karena peneliti bisa mempelajari hewan itu secara lebih lengkap.

Cumi-cumi raksasa bisa mencapai panjang 12 meter dan biasanya ditemukan di laut dalam, seperti di perairan Spanyol dan Selandia Baru. Sebelumnya baru tercatat sekali, yakni pada tahun 1954, seekor cumi-cumi raksasa ditemukan mati terapung di Delta Mississippi, masih di sekitar Teluk Meksiko.

Minggu, 10 Januari 2010

Cumi-cumi Alien Punya Tentakel Seperti Kaki

Jauh di gelapnya laut pada kedalaman 2,5 kilometer ternyata hidup cumi-cumi yang aneh. Cumi-cumi tersebut pantas disebut alien karena bentuk tubuhnya berbeda dengan cumi-cumi umumnya dan belum pernah ditemukan sebelumnya.

Cumi-cumi yang diperkirakan dari kelompok Magnapinna karena memiliki sirip besar itu memiliki tentakel panjang dan besar yang lebih mirip lengan. Bahkan bentuknya mirip kaki bersiku karena di bagian tengahnya dapat menekuk. Panjang tubuhnya sekitar 7 meter.

Dilihat dari perilakunya, lengan yang dimiliknya mungkin sangat kuat. Sebab, dalam hitungan detik, lengan cumi-cumi yang besar tersebut bergerak layaknya belalai gajah dan kemudian sebagian menekuk layaknya kaki yang bersiku.

Sosok cumi-cumi alien itu direkam kapal selam kecil tanpa awak yang membawa kamera bawah air milik perusahaan minyak Shell pada 11 November lalu di Teluk Meksiko sekitar 320 kilometer dari Houston, Texas, AS.

Video tersebut menunjukkan perlunya perhatian perusahaan penambang minyak untuk peduli terhadap pengaruh operasi dan pengeboran lepas pantai terhadap kehidupan bawah air yang belum banyak terjamah manusia.

Rabu, 06 Januari 2010

Mata Cumi-cumi "Monster" Sebesar Bola Voli

Sesuai ukuran tubuhnya yang sangat besar, mata cumi-cumi raksasa yang sedang diotopsi bagkainya di Selandia Baru juga demikian. Bahkan, mata cumi-cumi jenis kolosal tersebut mungkin mata hewan terbesar di dunia saat ini.

Betapa tidak, matanya berdiameter 27,5 centimeter atau hampir sebesar bola voli. Lingkaran lensa matanya saja sebesar buah jeruk. Salah satu matanya terlihat masih utuh saat lapisan es yang melindunginya mulai mencair sedikit demi sedikit dalam sebuah tangki penelitian di museum nasional Selandia Baru, Te Papa Tongerawa.

"Ini satu-satunya sampel mata yang utuh dari seekor cumi-cumi kolosal yang pernah ditemukan. Sungguh spektakuler. Ini adalah mata terbesar yang pernah diketahui di sunia hewan," ujar Kat Bolstad, pakar dari Universitas Teknologi Auckland, salah satu anggota tim ilmuwan yang tengah mempelajari bangkai cumi-cumi "monster" yang ditangkap seorang nelayan tanpa sengaja dari perairan Antartika Kutub Selatan tahun lalu.

Cumi-cumi tersebut merupakan spesimen terbesar spesies Mesonychoteuthis hamiltoni, jenis cumi-cumi raksasa yang masih sangat misterius karena hidup di laut dalam. Saat ditangkap, ukuran tubuhnya lebih dari delapan meter dan berat setengah ton, namun para ilmuwan memperkirakan jenis cumi-cumi ini dapat tumbuh lebih besar hingga 13 meter.

Hanya sedikit informasi mengenai kehidupan cumi-cumi tersebut. Selama ini, cumi-cumi raksasa dikenal sebagai makhluk agresif dan mampu bertahan hidup di kedalaman hingga 2000 meter.

Hasil otopsi yang dilakukan secara intensif sejak Rabu (30/4) menunjukkan bahwa cumi-cumi tersebut berjenis kelamin betina. Dalam kantung ovariumnya juga ditemukan beberapa ribu telur. Hasil otopsi akan menguak anatomi dan rahasia kehidupan cumi-cumi "monster" tersebut.

Senin, 04 Januari 2010

Monster Fish, Golongan Ikan Preman

Apa yang terbayang di benak Anda saat mendengar kata monster fish? Menyeramkan kah? Ya, monster fish memang menyeramkan bagi ikan-ikan kecil yang menjadi makanan ikan-ikan monster ini. Sebagian besar ikan yang tergolong monster fish adalah ikan air tawar predator atau pemburu ikan lainnya. Selain itu, ukuran tubuh monster fish tergolong besar seperti ikan Arapaima gigas yang bisa mencapai 11 meter. Istimewanya, ikan golongan monster fish ini termasuk langka di pasaran.

Begitulah yang disampaikan Hanung, seorang penggemar ikan golongan monster fish di pameran ikan hias, reptil, dan tanaman Indonesian Pets Plants Aquatic Expo 2009 yang digelar di WTC Mangga Dua Jakarta, Sabtu (12/12/2009). "Ya itu pasti jadi pertanyaan orang. Karena sebagian besar predator. Bentuknya bisa besar, terbesar 11 meter, Arapaima, langka banget. Bisa juga karena di pasaran masih belum umum. Di Amerika, Arowana kan belum umum, jadi digolongkan monster fish juga, kalau di Indonesia kan sudah terpisah," ujar Hanung.

Selain Arapairma ada beberapa ikan yang juga tergolong monster fish seperti Tiger Fish dari Kalimantan, Piranha, Pari Motoro, Lung Fish, Tetraodon Fahaka, Tetraodon mbu, Pacman Catfish, dan Hoplias malabaricus yang memakan Piranha. Sebagian besar ikan monster fish yang dipamerkan Hanung didatangkan dari Amazon dan Afrika. "Ada sih yang ternak, tapi sedikit sekali, seperti piranha," ujar Hanung.

Di Indonesia, jenis ikan ini belum popular, padahal monster fish tergolong mudah di pelihara dan bentuknya unik. "Perawatannya gak ribet. Karena ikan predator kan kayak preman, masak ikan preman cengeng," ujar Kamil yang juga hobiis monster fish dalam kesempatan yang sama.

Hal yang perlu diperhatikan saat memelihara monster fish adalah menjaga suhu dan kadar keasaman air karena sebagian besar monster fish berasal dari luar Indonesia. Untuk suhu air, idealnya 28 derajat Celcius dengan kadar keasaman 6-7. Untuk makanannya, monster fish cukup diberi makan ikan kecil, udang, kepiting, atau sejenis daging lainnya. "Selama itu masih danging, gak masalah," kata Hanung.

Monster fish adalah salah satu jenis ikan yang dipamerkan dalam Indonesian Pets Plants Aquatic Expo 2009 yang digelar 5-13 Desember di WTC Mangga Dua Jakarta. Selain memamerkan beberapa jenis ikan, pameran ini juga memungkinkan pengunjung melihat-lihat reptil dan tanaman hias.

Sabtu, 02 Januari 2010

HIU TUTUL SEPANJANG 5,5 METER

Surabaya - Untuk kedelapan kalinya, hiu tutul kembali terjaring jaring nelayan Nambangan Kenjeran. Ikan hiu dengan panjang sekitar 5,5 meter, dan lebar 1,5 meter ini pun menjadi tontotan warga.

Ikan yang saat ini masih hidup itu tertangkap jaring milik Abdul Hamid (52) ketika mencari ikan di Selat Madura. Tertangkapnya ikan tersebut awalnya tidak disadari oleh bapak tiga anak ini.

"Saya tidak menyangka kalau jaring ikan saya menangkap ikan hiu tutul. Awalnya saya tidak tahu, tahunya ketika saya akan menarik jaring dan terasa berat," katanya kepada detiksurabaya.com di Nambangan, Kenjeran Surabaya, Minggu (29/11/2009).

Akhirnya pria yang sudah menjadi nelayan sejak 15 tahun lalu ini meminta tolong kepada kapal nelayan lainnya untuk menariknya ke pinggir. "Tadi ada 9 kapal untuk menarik ke pinggir. Ditemukan pukul 12.00 WIB serta butuh waktu 2 jam," imbuhnya.

Dari pengamatan detiksurabaya.com, ikan dengan panjang 5,5 meter ini akan dibiarkan di pinggir pantai untuk dipertontonkan. Bahkan dijadikan ajang untuk mencari sumbangan pembangunan masjid didaerah tersebut.


Ribuan Ikan Sepanjang Aliran Sungai Mati

Ilustrasi
Kamis, 3 Desember 2009 | 18:35 WIB

BANTUL, KOMPAS.com - Ribuan ikan ukuran besar dan kecil di sepanjang aliran sungai Dusun Ngepet, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis diketahui mati yang diduga akibat ulah pencari ikan menggunakan racun.

"Berdasarkan laporan dari Kelompok Pengawas Masyarakat, dugaan sementara ikan yang mati itu memang akibat racun semacam apotas yang sengaja disebar di aliran sungai untuk memperoleh ikan dengan cara mudah," kata Kepala Bidang Perikan Budidaya, Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan, Kabupaten Bantul Bambang Pin Erwanta, Kamis (3/12).

Menurut dia, berdasarkan ciri fisik yang ada pada ikan yang ditemukan mati seperti pucat dan ingsang berwarna coklat maka kuat dugaan akibat terkena racun apotas.

"Kami perkirakan pelaku menebar apotas pada Rabu kemarin dan ikan baru diketahui mati hari ini setelah terdapat banyak ikan yang mengambang di permukaan sungai," katanya.

Pihaknya saat ini belum akan memikirkan memberikan ganti rugi karena ikan yang mati bukanlah milik kelompok petani ikan atau warga setempat namun ikan yang hidup sepanjang aliran sungai.

"Sebenarnya untuk mencari ikan ada aturan yang melarang ikan diberi racun apotas namun hanya dijaring atau dipancing karena ikan yang diracun juga sangat berisiko jika dikonsumsi manusia," katanya.

Sementara itu, Ketua Kelompok Petani Ikan Air Payau Mugari mengatakan ribuan ikan yang mati terdiri berbagai jenis seperti nila, keting, tawes dan bawal air tawar.

"Kami khawatir jika air dari sungai yang tercemar racun tersebut juga masuk ke area laguna karena dapat mengancam ikan yang dibudayakan masyarakat," katanya.

Kapolsek Sanden AKP Darmanto menyatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan dugaan ribuan ikan mati akibat racun apotas yang sengaja disebar di aliran sungai.

"Kami langsung mengadakan penyelidikan atas kasus tersebut namun untuk racun yang digunakan kami belum dapat menentukan jenisnya," katanya.

Jumat, 01 Januari 2010

Warga Jepang Antusias Lihat Ikan Purba

Ikan purba, Coelacanth, dikenal masyarakat sebagai Raja Laut asal Manado (Latimeria Menadoensis) yang berusia 35 juta tahun disambut antusias warga Jepang ketika ikan itu dipamerkan di Aquamarine Fukushima, Jepang.

Gubernur Sulawesi Utara SH Sarundajang di Manado, Kamis (17/4) menyatakan kebanggaannya, karena Coelacanth yang hidup di Teluk Manado itu menarik minat masyarakat negeri Sakura. “Selain Bunaken dan Tarcius, kita kini punya Coelacanth yang menjadi ikon pariwisata Sulut,” kata Sarundajang.